Negeri Hila, Sebuah Cerita Tentang Kebersamaan Dari Pelosok Maluku
Hidup adalah perjalanan, perjalanan menuju ke tempat yang baru dan lebih indah. Berkelana ke sebuah Negeri yang berada di wilayah Maluku adalah salah satu perjalanan indah dalam hidup saya. Negeri Hila, begitulah masyarakat di Maluku menyebutnya, sebuah kawasan dengan muslim sebagai mayoritasnya.
Saat pertama kali
menginjakkan Maluku untuk melakukan penelitian bersama Michiel dan Rikki (teman
satu penelitian saya di Maluku), tepatnya di Bandara Pattimura Ambon, sempat
terlintas pikiran tentang emosi dan kebiasaan para penduduk yang berbeda dengan
tempat saya berasal. Ya, mengingat Ambon adalah wilayah bekas konflik antar
agama sekitar tiga belas tahun lalu. Namun ternyata pikiran saya salah,
penduduk di Maluku sangat ramah walaupun seakan-akan mereka berbicara dengan
berteriak.
Setelah melalui
perjalanan selama satu jam dengan driver khasnya seperti dalam game Grand Theft
Auto, saya dan teman sepenelitian sampai di sebuah rumah besar milik keluarga
Ollong (pemilik perusahaan PT.Ollop). Kami disambut hangat oleh keluarga
tersebut, sungguh pengenalan awal yang menyenangkan tentang desa ini. Beberapa
menit berlalu dengan obrolan ringan dan segelas minuman bersoda dan kue.
Setelah itu kami diantar ke sebuah rumah milik Mama Kur, sebuah rumah dimana
saya akan tinggal selama satu bulan setengah di Negeri Hila. Saat pertama masuk
ke rumah, kami disambut oleh seorang wanita yang ramah dan selalu tertawa,
sungguh sambutan hangat yang takkan terlupakan oleh saya. “Apakah saya sanggup
melakukan penelitian di tempat seperti ini?”, ya pikiran tersebut telah sirna
setelah melihat keramahan penduduk dan keindahan Hila.
Hari-hari berikutnya saya
habiskan dengan menjelajah wilayah Hila yang sangat eksotis. Mulai dari
keindahan pantai yang hanya beberapa meter dari rumah hingga bukit yang sangat
keren. Bahkan sesaat setelah saya meletakkan barang-barang di kamar, langsung
saja saya berjalan menuju pantai dan berenang ke arah lautan. Memang di tepian
pantai terlihat kotor dan tidak terawat, namun setelah berada di tengah-tengah
dan menyelam ke dasar, akan terlihat terumbu karang dan ikan-ikan laut yang
sangat indah.
Beberapa hari setelah
kedatangan di Hila, saya mulai melakukan penelitian di ruangan kantor BPI
(Badan Pemeriksa Internal) PT. Ollop. Saya mulai mendapatkan teman-teman baru
di Negeri Hila ini. Mulai dari Pak Udin selaku manajer dari BPI, Bang Minson
yang kocak , Bang Arwan seorang die hard fans Barcelona, Mbak Nona (nona adalah sebutan untuk ‘cewek’
di Ambon) yang pendiam, Mbak Syarie yang jomblo (disuruh mbak Syarie) hingga Pak Arsyad yang suka bergoyang
& beberapa orang lainya.
Hari-hari selanjutnya
saya dan teman-teman baru jalan-jalan menyusuri Negeri Hila. Kami berjalan
dari dinding di samping pantai hingga ke benteng Amsterdam, sebuah benteng
peninggalan Portugis di masa lampau. Menurut sejarah, benteng tersebut dibangun
oleh pihak Portugis namun diambil alih oleh Belanda (nenek moyang Michiel.haha)
saat mereka memonopoli perdagangan rempah Maluku. Ya, walaupun benteng tersebut
telah direnovasi, namun keasliannya masih tetap terjaga, sebuah benteng yang
indah di sebuah tempat yang cantik. Kemudian kami berjalan melewati gereja tua,
saksi bisu konflik antar agama di Maluku. Gereja yang pernah dibakar oleh
penduduk dari Ambon kini telah terlihat lebih baik karena telah direnovasi.
Kemudian tidak lupa kami mengunjungi masjid tertua di Maluku yang konon saat
penjajahan Belanda letak awal masjid yang berada di gunung dipindah ke wilayah
yang sekarang secara gaib. Masjid Wapaue, begitulah penduduk memanggilnya,
sebuah masjid yang sangat indah dengan bentuk yang menggambarkan masa lampau.
Begitu pula hari-hari selanjutnya, saya masih melakukan eksplorasi ke seluruh Hila, dari lautan hingga gunung, melihat pala dan melakukan penghijauan ke lahan yang berpotensi longsor. Tidak hanya disitu saja, namun masih banyak tempat di Hila yang akan saya dan teman-teman baru datangi. Kami akan menuju dan mencari keindahan lainnya di Negeri Hila, sebuah tempat dimana saya menemukan arti damai dan kebersamaan.
Begitu pula hari-hari selanjutnya, saya masih melakukan eksplorasi ke seluruh Hila, dari lautan hingga gunung, melihat pala dan melakukan penghijauan ke lahan yang berpotensi longsor. Tidak hanya disitu saja, namun masih banyak tempat di Hila yang akan saya dan teman-teman baru datangi. Kami akan menuju dan mencari keindahan lainnya di Negeri Hila, sebuah tempat dimana saya menemukan arti damai dan kebersamaan.
Hidup adalah perjalanan, temukanlah kebahagiaan
dan tempat-tempat baru dalam perjalananmu. |
Saya tidak ingin cepat sampai ke
tujuan, karena saya menyukai perjalanan itu