Petualangan Dua Penjahat dan Seorang Tawanan: Misteri Teluk Hijau



“Tok tok tok!”
“Kenapa men?”
“Aku berhasil mendapatkan seorang wanita, kita bisa jadikan dia sebagai tawanan kita!”
Itulah perkataan dari seseorang yang memiliki kulit gelap dan rambut yang katanya mirip dengan mafia Hongkong saat mengetuk pintu rumahku. Alfinyot namanya, dia adalah teman penjahatku selama di bumi. Ya, kalimat tersebut yang akan menjadi penanda petualangan tentang misteri Teluk Hijau dimulai.
Oh iya, aku adalah seorang penjahat kelas kakap (sebenarnya kelas teri, namun agar lebih keren, kita anggap kelas kakap saja) yang bercita-cita menjadi seorang bajak laut terkenal. Namun apa daya, kapal yang aku bangun masih belum juga jadi, mungkin karena guru di sekolah bajak laut ku memang terkenal sadis dan galak. Ya, walaupun kulitku gelap, tubuhku kurus & tinggi, itu tidak menyurutkan niatku untuk menjadi seorang bajak laut & menyelesaikan kapal terseram di dunia milikku ini.
“Dimana wanita itu men?”
“Tenang, dia ada di dalam gerobak yang kubawa.”
“Cepat keluarkan men, dia bisa mati kehabisan udara.”
“Oke akan kukeluarkan.”
Terlihat seorang wanita berpenampilan layaknya pria. Dia memiliki rambut yang panjang dan memiliki badan yang tinggi untuk ukuran seorang wanita. Terlihat raut mengantuk di wajah wanita tersebut.
Langsung saja aku menanyakan
“Siapa namamu?”
“Namaku Laxmi Mukereje.”
“Kau terlihat seperti orang India & orang India pasti bisa menari layaknya di film bollywood. Coba tunjukkan.”
“Aku bukan orang India, aku berasal dari Greski, kota terpencil di sebelah Kota para pahlawan Surabayski.”
“Oh, yasudah tidak usah menari & menyanyi, pasti suaramu jelek.”
Tiba-tiba muncul ide terhebat yang aku miliki, aku akan menjual Laxmi dan mendapatkan uang banyak, ya begitulah yang muncul di benakku.
“Men kita jual saja dia!.”
“Ide bagus itu mble!.”
Tapi tiba-tiba Laxmi memotong pembicaraan antara Alfinyot dan aku. “Jangan! Kalau kau ingin kaya aku punya solusinya!.”
Tanpa basa basi Laxmi mengeluarkan sebuah tabung di balik bajunya. Tabung itu berlapis emas dan terukir sebuah naga di permukaannya. Aku dan Alfinyot berdecak kagum melihat tabung tersebut. Secara perlahan Laxmi mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari dalam tabung. Kemudian Ia beber gulungan tersebut dihadapan Alfinyot dan aku. Terlihat sebuah peta serta terdapat tanda silang di peta itu.
“Sebenarnya waktu Alfinyot menculik aku, aku telah mengetahui bahwa dia adalah penjahat & teman darimu, seorang penjahat kelas teri yang ingin menjadi bajak laut hebat.”
“aku bukan penjahat kelas teri! Aku kelas kakap!”
“Ya maaf.hehe Ini adalah peta dimana kita bisa mendapatkan sebuah harta karun yang tersembunyi di suatu tempat bernama Teluk Hijau.”
“Teluk Hijau?”, Alfinyot menimpali.
“Ya, itu adalah sebuah tempat eksotis yang menyimpan banyak misteri. Apakah kau tidak tertantang?”
“Itu ide bagus!”, kataku tanpa berfikir.
“Iya mble itu keren.”
“Sebenarnya aku ingin kesana sendiri, namun aku tak tahu bagaimana caranya. Aku mendapatkan informasi dari teman penjahat wanita bahwa ada dua orang penjahat yang suka mencari harta karun di wilayah Krianski. Kemudian aku pura-pura saja tersesat disekitar sini.”
“Haha kau gagal menculik wanita men!hahaha.”
“Huft, aku kira aku berhasil menculik mble.”
Hari sudah menjelang dini hari setelah kita bertiga menyusun rencana untuk pergi ke Teluk Hijau. Akhirnya kita sepakat untuk menaiki sebuah kereta kuda milikku dan membawa sebuah tenda serta perlengkapan lainnya untuk kebutuhan menuju Teluk Hijau. Setelah itu kita bertiga terlelap dalam kesunyian.
Pada pagi harinya Laxmi dan Alfinyot menghilang dari kedua mataku. Terlihat secarik kertas yang bertuliskan “Sorry men, aku masih ada acara ‘Alfinyot’, Aku juga ‘Laxmi Mukereje’, Kita berangkat sore hari nanti ya.”. Setelah mengetahui surat tersebut aku langsung terlelap kembali dan memimpikan sebuah mimpi yang aneh. Di dalam mimpi tersebut aku bertemu dengan seorang kakek bertubuh tinggi dengan jenggot putih dan kacamata hitam. Kakek tersebut terlihat sangat kece. Kakek tersebut hanya menunjuk sebuah tempat yang terlihat seperti pantai tersembunyi. Saat aku melihat ke arah yang ditunjukkan kakek tersebut dan kembali menatap, kakek tersebut menghilang secara misterius, ya misterius!. Tapi setelah itu aku terbangun dari mimpi anehku. Langsung saja aku mempersiapkan kereta kuda dan memandikan kuda kesayanganku yang bernama Teroris. Setelah itu kuberi makan Teroris dengan rumput kualitas standart. Setelah masuk ke rumah, aku mempersiapkan tenda, alat masak, pedang, parang, shotgun, hingga AK47 kedalam sebuah tas ransel besar peninggalan ayahku.
Saat sore mulai datang terlihat dari kejauhan seekor kuda poni dengan dua manusia menungganginya datang ke arahku. Ya itu Alfinyot dan Laxmi Mukereje. Mereka membawa masing-masing sebuah tas yang berisi senjata serta peralatan lainnya. Setelah berdiskusi sekian lama akhirnya kami memutuskan untuk berangkat pada sore itu juga.
Teroris terlihat sangat senang saat akan ku kaitkan karavan ke belakangnya. Lalu kami bertiga naik ke dalam karavan tersebut. Dengan diiringi doa ibu, kami berangkat menuju ke petualangan baru, menuju ke sebuah misteri, Teluk Hijau.
Selama perjalanan terlihat pamandangan yang bagus, mulai dari gunung hingga persawahan penduduk. Saat melewati sebuah desa, sempat berpikir untuk mencuri sebuah keranjang yang penuh oleh buah, namun apa daya para petani disana berbadan besar dan memiliki tubuh seperti Ade Rai. Akhirnya kami hanya bisa menahan keinginan untuk memakan buah lezat tersebut.
Kemudian setelah beberapa hari perjalanan kami tiba di sebuah temat bernama Jembre. Ya, itu adalah sebuah kota yang sangat Surabayski wannabe. Terlihat kemacetan gerobak serta rombongan sirkus yang mampir ke kota Jembre. Aku menghentikan langkah Teroris di depan sebuah warung makan. “Men, Mi, makan dulu ya, laper.”. Langsung saja kami bertiga turun dari karavan dan memesan makanan disana. Setelah selesai makan aku berpikir untuk kabur tanpa membayar atau menembaki pemilik warung dengan shotgun. Namun apa daya, pemilik warung tersebut juga memiliki tubuh yang besar dan berotot dengan sebuah STG 44 atau Sturmgewehr 44, sebuah senjata serbu buatan Jerman yang sangat melegenda. Kuurungkan niatku dan membayar makanan tersebut.
Kemudian setelah puas memakan makanan di Jembre kami melanjutkan perjalanan. Yeah perjalanan menuju Teluk Hijau. Tapi saat akan melewati sebuah gunung yang konon terdapat banyak monster menyeramkan kami mulai berdiskusi kembali.
“Mble di Gunung Gumitir banyak monsternya, apakah kita memutar atau melanjutkan perjalanan kita?”, begitulah kalimat pertanyaan yang terlontar dari mulut Alfinyot kepadaku.
“Tenang men, kita hebat, siapkan senjata kita. Kalau aku cukup dengan F-2000 Assault Rifle. Kamu juga keluarkan senjatamu Mi.”
“Oke, ini senjataku.”, Laxmi seketika mengeluarkan sebuah Mg3 Machine gun yang keren.
“Tenang mble aku bawa AK-47 dan Bazooka.”
Setelah beberapa kilometer mendaki gunung Akina Jawa alias Gumitir dengan karavan yang ditarik oleh Teroris, terlihat sepasang cahaya berwarna putih menuju ke arah kita bertiga.
“Mble monster pertamini arah pukul 12!”
“Dor dor dor dor!”
Langsung saja kami arahkan senjata dan menembakkanya ke arah monster pertamini tersebut. Monster tersebut akhirnya menyerah dan melarikan diri dengan luka tembak di berbagai bagian tubuhnya.
“Yeah, kita hebat men!”
“Awas arah pukul tiga!”, Laxmi tiba-tiba meneriaki aku.
“Dhuaaaaar!”, Alfinyot sesegera mungkin menembakkan Bazooka nya ke arah monster pertamini yang datang dari arah lain.
“Buset, ternyata masih ada.”, Aku pun terperanjat dan bersyukur Alfinyot dapat dengan tanggap menembakkan Bazooka nya ke monster tersebut.
Setelah beberapa monster mati dan kabur karena menyerah, kami bertiga melihat sebuah bangunan di pinggir jalan saat kami menuruni gunung Gumitir. Sang kuda, Teroris, kuberi dia makan dan kami beristirahat dengan mendirikan tenda seadanya.
Saat fajar menjelang, terlihat beberapa kelompok samurai datang dari arah Jembre. Mereka beristirahat dan menyapa kami.
“Halo, kami samurai dari Hiroshima. Senang berkenalan dengan anda.”
“Halo juga, saya dan teman saya ini adalah penjah.... eh pendekar. Sedangkan wanita di sebelah sana adalah pencari harta karun. Senang berkenalan dengan anda juga.”
Hampir saja aku menyebutkan bahwa kami adalah penjahat, bisa-bisa putus kepala kami dilibas oleh katana mereka.
Setelah membereskan tenda dan peralatan lainnya & berpamitan dengan para samurai, kami melanjutakan perjalanan. Setelah perjalanan selama beberapa jam dari pagi hingga sore menjelang, akhirnya kami sampai di gerbang masuk wilayah Meru Betiri. Meru Betiri adalah wilayah sakral tempat para hantu dan makhluk lain bersemayam. Dengan bermodal peralatan, bekal, dan niat seadanya kami melanjutkan kembali perjalanan menuju Teluk Hijau.
Saat malam mulai datang, jalanan yang dikelilingi oleh hutan lebat nan hijau berubah menjadi sebuah wahana menyeramkan. Diantara gelap terlihat banyak pasang bola mata menyala yang siap menerkam.
“Men sepertinya ada monster yang akan menyerang dibalik pohon-pohon itu.”
“Tenang mble, mereka hanya mengawasi kita, mereka tidak akan menyerang.”
Ya, Alfinyot berkata layaknya ia seorang cenayang. Tanpa mengeluarkan senjata, kami melanjutkan perjalanan hingga ke sebuah gubuk. Di gubuk tersebut terlihat sebuah papan besar yang bertuliskan “Kembali atau kalian akan mati.”. Karena kami adalah pemberani, kami lanjutkan saja perjalanan tanpa mempedulikan papan tersebut.
Saat mentari kembali bersinar, kami pun tiba di jalan terakhir. Jalan tersebut tidak dapat dilalui oleh kendaraan apapun, termasuk kereta kuda yang ditarik oleh Teroris. Akirnya aku ikat Teroris di sebuah pohon besar dan mengambil semua perlengkapan yang kami perlukan. Tidak lupa pula kami membawa senjata sebagai sarana pelindung diri.
“Apakah kalian siap?”
“Oke mble siap.” “Oke siap,”
Setelah kami siap untuk melangkah, tiba-tiba ada seekor makhluk kerdil yang menghampiri kami.
“Tunggu! Kalian ingin memasuki hutan tersebut? Untuk apa?”
“Ya, kami akan mencari harta karun di Teluk Hijau.”
“Disana ada monster besar, raja cumi yang menguasai Teluk Hijau dan Meru Betiri. Monster cumi tersebut sering datang ke desaku dan memakan apa saja, termasuk keluargaku.”
“Benarkah itu?”
“Ya, apakah kau tahu jalan kesana?”
“Masih belum tahu makhluk kecil, kami akan mencarinya.”
“Jalan menuju Teluk hijau banyak rintangan. Akan kuantarkan kalian namun dengan satu syarat. Bunuh monster itu agar tidak mengganggu desaku lagi.”
“Bagaimana ini men? Kita terima syarat makhluk kecil ini?”
“Ya, terima saja.”, Alfinyot menjawab pertanyaanku dengan jawaban iya.
“Makhluk kecil, antarkan kami kesana.”
Akhirnya kami melangkah memasuki hutan lebat menuju Teluk Hijau. Di depan kami makhluk kerdil tersebut menebas tanaman yang menghalangi jalan. Tiba-tiba dari samping ada makhluk besar yang melompat dan akan menerkam makhluk kerdil itu.
“Dor dor dor.”
Laxmi seketika menembakkan pistol nya tepat ke arah kepala monster tersebut.
“Terima kasih, hampir saja saya terbunuh. Makhluk besar tersebut adalah monster gumi-gumi, anak buah dari Monster Cumi. Kau hebat bisa menembak tepat dikepalanya!”
Kami pun berjalan kembali ke arah sebuah air terjun yang sangat indah.
“A...aku takut....”, makhluk kerdil yang menemani kita berujar.
“Tenang ada Lax... Eh, ada aku!”, akupun membalas ketakutan makhluk imut tersebut.”
“Blaaaarrrrrr!!!”, terjadi sebuah ledakan besar di antara air terjun tersebut.
Tiba-tiba dari balik asap tersebut muncul Sesosok monster besar dan jelek berwujud cumi.
“Woi, besar juga nyali kalian! Ada apa kalian kesini?! Mau aku makan hah!”
“A.. aku akan melawanmu makhluk besar!”, si kerdil berteriak ke monster tersebut
“Dor.. dor...”, sura tembakan terlepas dari pistol Laxmi
Namun monster cumi penguasa wilayah tersebut menangkap peluru Laxmi dan tertawa. Langsung saja Alfinyot menancapkan pedangnya ke monster tersebut. Namun sang monster bisa dengan mudah menarik pedang itu dan memukul Alfinyot hingga tersungkur. Saat sang monster akan memukulku dan si kerdil.
“Tunggu monster, bagaimana kalau kita berbicara dengan kepala dingin? Kenapa kita harus saling membunuh?”, akupun berucap.
“Haha, besar juga nyalimu anak muda, oke akan kuturuti kemauanmu.”
Ya, aku berbicara layaknya seseorang yang bijaksana, namun sesungguhnya aku hanya menghindari pukulan monster tersebut. Lalu aku dan si kerdil menolong Alfinyot yang tersungkur & menangis itu. Setelah Laxmi menenangkannya, ia pun berhenti menangis.
“Hei monster kenapa kau merusak rumah para makhluk kerdil itu?”, aku berteriak ke arah monster jahat itu.
“Kenapa kau berteriak? Aku sudah dengar bodoh! Ya, aku merusaknya karena mereka sering mengotori teluk hijau ini. Mereka sembarangan mengambil kekayaan alam tanpa menjaganya, bahkan membuang sisa sampah mereka seenaknya. Tentu saja aku marah karena aku penguasa disini.”
“Namun mengapa kau membunuh keluargaku! Mo... monster.”, si kerdil ikut bertanya
“Bodoh, aku tidak membunuh mereka. Aku hanya memasukkan mereka ke dalam mulutku dan membuang mereka ke sebuah goa di dalam air terjun itu. Mereka kini memiliki hidup yang baik dengan kebebasan dan tetap dalam aturanku, tidak boleh keluar dari goa dan selalu menjaga kebersihan dan giat bekerja serta menabung.”
Jadi selama ini monster tersebut marah karena penduduk di sekitar teluk hanya mengotori dan merusak alamnya tanpa mempedulikan lingkungan sekitar.
“Baiklah, kami akan kembali menanam apa yang telah ditebang, menjaga dan memelihara alam di sekitar teluk, namun kau harus mengembalikan keluarga si kerdil ini!”, seruku kepada monster cumi.
“Itulah yang aku inginkan anak muda, namun mereka semua tidak menghiraukanku, jadi aku marah dan merusak rumah mereka. Baiklah, kuturuti permintaanmu. Bahkan kalian semua juga akan mendapatkan keindahan alam ini, bukan hanya aku.”, seru monster cumi.
“Maafkan aku monster, aku akan memanggil para penduduk dan mulai menjaga kembali alam kita bersama-sama.”, Kerdil pun menyahut perkataan monster cumi.
Setelah pembicaraan tersebut selesai si Kerdil memanggil para penduduk dan bersama-sama berbicara kepada monster cumi. Setelah sepakat dan saling berjabat tangan kami pun turut membantu mereka membersihkan kotoran dan sampah yang ada di sekitar Teluk. Sungguh pemandangan harmonis antara tiga manusia, para makhluk kerdil dan monster cumi. Setelah itu keluarga-keluarga penduduk yang diculik akhirnya keluar dari goa dan saling berpelukan. Mereka tidak merasakan kesedihan selama diculik, bahkan mereka belajar tentang menjaga alam dan isinya.
Setelah semuanya selesai, kami bertiga dijamu di sebuah rumah besar, ternyata itu adalah rumah si Kerdil. Usut punya usut si Kerdil ternyata walikota di wilayah tersebut, ia adalah Alexander Lumpia. Tidak lupa monster cumi ikut dalam jamuan tersebut. Dan kami pun menginap semalam di rumah Alexander Lumpia. Hari esoknya kami berpamitan kepada seluruh warga & monster cumi untuk kembali ke tempat kami berasal.
Selama perjalanan pulang akupun tersadar bahwa harta karun itu tidak tersimpan, namun harta karun itu ada di sekitar kita, di seluruh penjuru bumi. Ya, harta karun tersebut adalah keindahan dan keharmonisan alam dengan makhluk hidup di bumi tercinta.
Setelah melakukan perjalan selama sekian jam dengan Teroris dan kedua temanku, akhirnya kami sampai di rumah. Aku mengantarkan mereka ke rumah masing-masing. Saat akan berpisah kami berkata secara bersamaan secara tidak sengaja. “Ya, akhirnya kita menemukan harta karun yang sesungguhnya, bumi dan keindahannya!”, kami berkata serentak dan sesaat setelahnya tertawa bersama-sama. 

Sebenarnya harta karun yang ada di Bumi tidaklah tersembunyi. Harta karun itu adalah bumi dan segala keindahannya.

Postingan populer dari blog ini

Ketika Hari Telah Berakhir

Sistem Transportasi dan Perkembangan Suatu Bangsa

Kata Ini Kata Itu